terbentuk

“pernah ga, lu ngerasa lelah sama hidup lu?”, tanya seorang teman lamaku melalui aplikasi berkirim pesan. sudah beberapa bulan lalu, aku melihatnya mengirim cuitan seperti sebuah tanda bahwa dia sedang tidak baik baik saja. akupun begitu. aku sedang sibuk, sibuk menangisi kepergian anakku ke surga. maka saat itu, aku tidak langsung bertanya padanya apa yang sedang terjadi. mari kita nikmati proses yang sedang tuhan beri, ujarku dalam hati.

berhari hari, berminggu minggu hingga berbulan bulan aku sibuk menangis. aku merasa harus segera bertemu dengan psikiater setempat tapi aku takut membuat bingung orang orang yang ada disekitarku saat ini. aku sempat bertanya pada lelakiku, bagaimana jika..

semakin hari, aku semakin menjadi makhluk tuhan yang paling lemah. aku begitu mudah menangis, seakan akan air mataku adalah air terjun yang tak mengenal musim kemarau. setiap kali mereka bilang bahwa aku adalah wanita yang sangat kuat, aku seperti sedang menertawakan diri sendiri.

gue ngerasa makin ke sini, temen temen gue berkurang, per. disaat lagi susah, masalah gue malah jadi bahan julid mereka..” sambung temanku. aku tidak ingin lancang bertanya apa yang sedang terjadi. apakah ia sedang bertengkar dengan suaminya, apakah ia terlibat hutang piutang atau masalah lain. dengan menceritakan keluh kesahnya dan aku mendengarnya sebagai seorang teman, sepertinya itu akan mengurangi sedikit bebannya. dan aku lebih suka menuliskan segala keluh kesahku disini dari pada menceritakan kembali ke makhluk hidup selain lelakiku, mungkin karena inilah mereka bilang aku wanita yang kuat. kita hanya mempunyai cara yang berbeda.

tapi itulah hidup,
ada kalanya kita benar benar dihadapkan pada kiamat kiamat kecil versi kita sendiri. “menangislah memang jika ingin menangis, menangislah hingga kau tak tahu lagi kenapa menangis..” aku berkata pada temanku. awalnya aku heran dengan pertanyaannya, pernahkah aku merasa lelah pada hidup ini? bukankah dia pun tahu bahwa aku baru saja kehilangan separuh jiwaku? saat itu, aku bukan hanya merasa lelah, tapi juga aku merasa bahwa hidupku sia sia. duniaku pernah runtuh.

aku tidak malu mengakui bahwa aku sangat teramat mudah menangis dari balik pintu, tapi akan sulit sekali menangis dihadapan orang banyak. terima kasih tuhan, selama pandemi aku bisa puas menangis karena terhalang oleh masker. dengan kisah kasih temanku itupula, aku semakin tidak ingin ber-mendang-mending-kan permasalahan dalam hidup.

ah lu mah masih mending, lah gue…“, ujar netijen pada umumnya.

setiap kita punya episode episode sendiri dan alur ceritanya sendiri.
terbentur terbentur terbentuk.

Leave a comment