percaya.

belakangan ini, hidup seperti rollercoaster. salah satu wahana di taman bermain yang tidak aku sukai. karena aku tidak suka taman bermain. terlalu riuh. mungkin karena taman bermain yang menarik menurutku adalah pikiranku sendiri. ini bukan perasaan jemu, bukan juga krisis kepercayaan. ibarat seorang petarung, aku merasa kali ini adalah waktu ku untuk naik gunung dan kembali bertapa. hingga pada saat berselancar scrall scroll media sosial, aku mendengar sebuah lagu baru yang cukup menarik perhatian:


“tak selalu, tuhan menjawab doa
……………………………………………………………
……………………………………………………………
izinkanlah tuhan untuk bekerja”


sering kali ku katakan pada dunia dan segala isinya, bahwa aku bukanlah seorang hamba yang baik. aku tidak rajin beribadah dalam berbagai bentuk, baik itu berdoa, pergi ke rumah ibadah atau segala macam bentuknya. mendengarkan lagu secara acak dari aplikasi musik berlangganan adalah satu caraku untuk melanjutkan hidup. dan sepenggal lirik itu pula mengalun pelan seperti sebuah peringatan.

wanita yang terbiasa dipaksa mandiri ini, sempat lupa mengizinkan tuhan untuk bekerja dalam hidupnya. wanita cengeng ini lupa dengan ayat emas yang tertera di surat sidinya.

Amsal 3:5-6 TB

Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.

tapi itulah hidup, aku lebih sering bertanya bagaimana jika atau kenapa tuhan? dan membayangkan hal hal buruk terjadi dalam hidup, aku lupa untuk percaya.

kau tahu apa perbedaan,
tuhan aku percaya dengan tuhan buat aku percaya ?
walau hanya tersisip perbedaan satu kata, namun maknanya sangat berat sekali. aku pernah berdoa dengan: tuhan buat aku percaya. dan itu ruaaaarrr biasa imbasnya, walau mudah sekali untuk mengatakannya. badai, wak..

tapi ketika aku katakan, tuhan aku percaya. memang harus menarik nafas dalam dalam, setelah itu ku serahkan segala perkara kepadaNya. dan dia jawab doaku: tunai.

daebak sih.


terbentuk

“pernah ga, lu ngerasa lelah sama hidup lu?”, tanya seorang teman lamaku melalui aplikasi berkirim pesan. sudah beberapa bulan lalu, aku melihatnya mengirim cuitan seperti sebuah tanda bahwa dia sedang tidak baik baik saja. akupun begitu. aku sedang sibuk, sibuk menangisi kepergian anakku ke surga. maka saat itu, aku tidak langsung bertanya padanya apa yang sedang terjadi. mari kita nikmati proses yang sedang tuhan beri, ujarku dalam hati.

berhari hari, berminggu minggu hingga berbulan bulan aku sibuk menangis. aku merasa harus segera bertemu dengan psikiater setempat tapi aku takut membuat bingung orang orang yang ada disekitarku saat ini. aku sempat bertanya pada lelakiku, bagaimana jika..

semakin hari, aku semakin menjadi makhluk tuhan yang paling lemah. aku begitu mudah menangis, seakan akan air mataku adalah air terjun yang tak mengenal musim kemarau. setiap kali mereka bilang bahwa aku adalah wanita yang sangat kuat, aku seperti sedang menertawakan diri sendiri.

gue ngerasa makin ke sini, temen temen gue berkurang, per. disaat lagi susah, masalah gue malah jadi bahan julid mereka..” sambung temanku. aku tidak ingin lancang bertanya apa yang sedang terjadi. apakah ia sedang bertengkar dengan suaminya, apakah ia terlibat hutang piutang atau masalah lain. dengan menceritakan keluh kesahnya dan aku mendengarnya sebagai seorang teman, sepertinya itu akan mengurangi sedikit bebannya. dan aku lebih suka menuliskan segala keluh kesahku disini dari pada menceritakan kembali ke makhluk hidup selain lelakiku, mungkin karena inilah mereka bilang aku wanita yang kuat. kita hanya mempunyai cara yang berbeda.

tapi itulah hidup,
ada kalanya kita benar benar dihadapkan pada kiamat kiamat kecil versi kita sendiri. “menangislah memang jika ingin menangis, menangislah hingga kau tak tahu lagi kenapa menangis..” aku berkata pada temanku. awalnya aku heran dengan pertanyaannya, pernahkah aku merasa lelah pada hidup ini? bukankah dia pun tahu bahwa aku baru saja kehilangan separuh jiwaku? saat itu, aku bukan hanya merasa lelah, tapi juga aku merasa bahwa hidupku sia sia. duniaku pernah runtuh.

aku tidak malu mengakui bahwa aku sangat teramat mudah menangis dari balik pintu, tapi akan sulit sekali menangis dihadapan orang banyak. terima kasih tuhan, selama pandemi aku bisa puas menangis karena terhalang oleh masker. dengan kisah kasih temanku itupula, aku semakin tidak ingin ber-mendang-mending-kan permasalahan dalam hidup.

ah lu mah masih mending, lah gue…“, ujar netijen pada umumnya.

setiap kita punya episode episode sendiri dan alur ceritanya sendiri.
terbentur terbentur terbentuk.

hari ke empatpuluh

akhirnya aku bangkit dan keluar,
ini adalah rasa sakit paling sakit yang pernah terjadi dalam hidupku. baik secara jiwa maupun raga. aku pikir hal ini tidak mungkin terjadi dalam hidupku. tapi cara kerja tuhan, tak pernah kita tahu.

aku harus melepaskan anakku.

aku masih mengingat jelas detik demi detik aku kehilangan apa yang ku jaga dengan sangat hati-hati. merelakan untuk melepaskan segala apa yang aku sukai demi menjaga dan merawatnya, tapi tuhan punya rencana lain. mataku masih menjadi sungai sejak kepergiannya.

aku adalah abraham.

pada masa mudaku, aku pernah dihancurkan oleh ekspekstasi ekspektasiku yang begitu indah dan tinggi tapi tidak pernah membuatku menjadi remah remahan seperti ini. hingga ketika aku berdoa dan memohon sesuatu yang sederhana namun dihancurkan, aku bukan hanya menjadi remah melainkan debu.

hari ini, di hari ke empatpuluh kepergiaan buah hatiku, aku ingin hari esok tahu bahwa aku pernah berpura pura kuat ketika bertemu dunia. bahwa aku masih diam diam mencuri tangis dari belakang pintu kamarku. bahwa aku masih terus bertanya ini itu pada tuhan atas ketidakmengertianku.

aku pernah kehilangan,
tapi tidak sesakit ini.




ziarah.

aku merindukan ibukota,
seperti aku menginginkan sepatu baru disaat aku sedang tidak bisa kemana mana.

pagi ini aku sedang membayangkan diriku sedang duduk disebuah warteg dan sibuk memilih ingin memesan lauk apa yang cocok aku santap pagi ini. sambil tersenyum mengingat apa yang ditanyakan seorang teman beberapa waktu yang lalu: “apa hal aneh yang tiba tiba ingin kamu lakukan saat ini?”
tidak ada, jawabku pasti. kegiatanku saat ini sepanjang waktu hanyalah membayangkan makanan apa yang enak tapi tidak bisa ku hampiri sementara waktu.

aku suka menyiksa diriku sendiri dengan membayangkan jajanan atau makanan yang tidak ada di pulau ini. ini jahat, menurut mereka.
padahal dengan cara itu, aku mencintai diriku sendiri.
dengan memikirkan makanan, aku tahu apa yang aku mau.

beberapa hari sebelum benar benar harus meninggalkan ibukota, aku berkunjung ke rumah masa kecilku. ini rasanya seperti mengunjungi diriku sendiri ketika masih berumur tujuh tahun, aku menyusuri tiap jalan yang pernah aku lewati dengan kaki kecilku. aku tertegun cukup lama di depan rumah tua itu. melihatku seperti itu, temanku pun bertanya heran: “udah? cuman mau berdiri gitu aja?”

“apakah ketika berziarah, kita harus masuk ke dalam kubur?”, aku menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan.

begitu juga tulisan tulisan yang pernah ada di beberapa halaman dunia maya, sempat terlintas sebuah pertanyaan: untuk apa aku menuliskan segala curahan hati dan keresahan keresahan dalam keseharianku?

pertanyaan yang akhirnya aku tahu, apa yang pernah aku tulis bukan untuk menjadikan diriku wonder woman atau aku mengemis rasa iba dari manusia lainnya. aku menulis untuk diriku, bahwa proses kehidupan ini tidak akan pernah mudah. dulu aku memang tinggal di rumah yang berukuran besar dengan tubuh dan langkahku yang kecil, sedangkan hari ini, ketika sudah dewasa.. rumahku sebesar istana liliput dengan tubuh yang seukuran kingkong. tapi untuk mendapatkan semua itu; aku sudah menjalani proses.

danau yang berdiam di bola mataku adalah saksi dari perjuanganku.

aku merindukan ibukota,
seperti bubur cirebon bertemu sate ati ampela.

aku suka.

pada mulanya

pada mulanya,
ini bukanlah sebuah akhir namun memulai episode baru dalam hidup setelah sembilan tahun aku hidup dengan apa yang ku mau. masih teringat jelas di kepalaku bahwa tahun dua ribu dua puluh satu ku terbuat dari pancaroba. peralihan peralihan mood seperti peralihan musim yang kita sendiri tidak pernah tahu kapan akan hujan atau akankah terik sepanjang hari.

dalam perjalanan pulang, aku sering kali menangis tanpa sebab. bahkan rekan kerja yang duduk tak jauh dari sampingku mulai terbiasa melihat aku yang bisa saja tiba tiba menangis. dia tidak lagi bertanya atau menebak penyebabku menangis. dia terbiasa.

aku bisa saja menangis begitu mendengar lagu yang bisa membawaku kepada kepingan kepingan kenangan, setumpuk rasa syukur atau barisan ketakutanku. aku bisa menangis karena persoalan yang mereka sebut sepele. tapi jangan berharap melihatku menangis dalam sebuah acara syukur, acara pernikahan, acara perpisahan maupun upacara kematian. aku menyebut diriku delay.

di dua ribu dua puluh satu aku bisa menangisi hari ini, yang mereka sebut masa depan. menangisi perpisahanku pada kebiasaan kebiasaan yang sudah ku lakukan selama sembilan tahun ini. dan ketika hari itu datang, air mataku sudah tidak ada lagi. aku pun berkeliling ke ruangan satu dan ruangan lainnya untuk berpamitan. tak jarang dari mereka yang membalas pamitanku dengan genangan air mata; entah itu bahagia karena tidak aku recoki lagi atau karena sedih harus berpisah.

pada mulanya,
aku bergabung dengan mereka di tahun dua ribu tiga belas. dalam tahun peralihanku yang kacau karena pencarian jati diri. sebuah masa yang ku sebut eli eli lama sabakhtani. aku gemar menjadikan masa laluku sebagai bahan lelucon untuk diriku sendiri. dan pada masa itu, aku merasa tuhan benar benar meninggalkanku, faktanya aku yang semakin jauh dari sumber kehidupanku.

gank komsel

pada mulanya,
aku dan kedua temanku ini adalah orang asing. kami memiliki banyak sekali perbedaan karakter. yang satu ekstrovert parah dan yang satu introvert tapi tidak parah sedangkan aku si mood swing. hingga akhirnya ketika masing masing dari kami harus berpisah jarak, semakin disadari bawah pertemanan kami ini sangat unik. pertemanan yang saling mengisi kekosongan kami masing masing dan tanpa kami sadari, mengubah ketidakbiasaan menjadi hal yang sudah biasa. misalnya, salah satu dari mereka sangat tidak terbiasa untuk menghubungi orang tunya, sedangkan aku dan seorang teman kami lainnya jarak atau kesibukan bukanlah hal yang menghalangi komunikasi dengan orang tua kami bahkan keponakan kami. terlalu sering melihat kami berbicara melalui video call atau panggilan suara, seorang yang tadinya tidak terbiasa akhirnya memulai memberanikan dirinya untuk melakukan hal yang sama.

pada mulanya,
ini bukanlah akhir dari kehidupan. ketika aku yang dulu hidup dari satu kota ke kota lainnya dan sekarang aku harus kembali beradaptasi di sebuah pulau yang baru. aku yang dulu sangat sulit mengatur waktu untuk bertemu dengan teman temanku, selain sulit mengatur mood namun sekarang aku punya banyak waktu tapi tak ada satu teman yang ku kenal di pulau ini.

pada mulanya,
inilah kehidupan yang pernah aku doa kan di tahun dua ribu dua belas.

mandiri, males sendiri

sebuah cuplikan video dengan penggalan lirik lagu miss independent by ne-yo berulang kali muncul di timeline media sosial. entah karena kasus yang sedang menimpa salah satu dari orang tua mereka atau kebetulan semata.


she got her own thing
that’s why I love her
miss Independent
won’t you come and spend a little time?


menjadi satu satunya wanita diantara dua puluh empat pria di divisi. menjadi sebuah keuntungan untuk bertanya tentang apa yang ada dipikiran para pria tentang wanita. misalnya tentang apa pendapat mereka tentang wanita yang mandiri;

“enak donk, ga usah ribet jemput-jemput..”
— kata pria yang ga suka dibilang jomblo, punya hubungan hanya sekedar status

buat gue, itu adalah jawaban konyol, karena semandiri apa pun seorang manusia pasti ada ‘kebutuhan‘ lain yang dia ga bisa penuhi. karena dia adalah manusia. dan sekarang ini banyak banget wanita wanita mandiri yang bertebaran, bahkan yang pura pura mandiri pun menyaru dengan mereka yang benar benar mandiri.

sedangkan aku, dipaksa untuk mandiri. hahaha..

kata mereka [teman sekantor], defenisi mandiri menurut seorang verjos adalah: malas sendiri. dengan motto, selama masih bisa menggunakan jari untuk perintah kenapa harus pusing?

ampuni hamba.

mereka adalah alasan gue kenapa masih bertahan di kantor ini. dimana lagi bisa dapet teman teman yang bersedia anter atau jemput padahal zaman sekarang ada ojol. atau teman yang mau dititipin hal receh (batagor lah, javana lah..) malah terkadang lebih ke nyuruh dan mereka tetap lakukan, karena: gue cewek. teman teman yang mengerti mood swing ketika datang bulan.

begitu keluar dari gedung kantor, ku dipaksa untuk menjadi seorang wanita yang mandiri. bahkan aku hampir percaya apa yang ku lakukan selama ini adalah hal yang wajar. sampai aku berada di titik bahwa hidup memaksa wanita untuk menjadi seorang penolong tapi hidup tidak memaksa seorang pria menjadi apa pun.

pria adalah kepala keluarga,
tapi wanita adalah lehernya…
but why?

banyak sekali ku temui pria yang belum siap dan mereka bersembunyi dibalik kalimat: “tidak ada manusia yang sempurna…”, tapi kenapa mereka mencari wanita yang sempurna dan takut dengan wanita yang mandiri?

netijen bersabda,
jangan kejar karir nanti susah cari pasangannya
jangan terlalu pintar nanti laki laki pada takut
jangan beli rumah nanti ke enakan calon suami mu
jangan ini
jangan itu
jangan begini
jangan begitu

apakah menjadi seseorang yang berdiri di kakinya sendiri merupakan sebuah aib?

Phileo

Aku memperhatikan anak anak tetangga dari balik jendela kamarku. Aku tidak sedang tidur atau bermalas malasan, tapi ini sudah memasuki tahun kedua pandemi. PSBB, PPKM, Lockdown atau entah apa itu namanya sudah kali ke berapa diberlakukan. Dan ini sudah memasuki bulan kedua, aku benar benar tidak pergi kemana mana sejak PPKM di umumkan. Dalam dua bulan, aku hanya pergi ke kantor tiga atau empat kali saja. Semoga mesin absensi tidak melupakan jejak tanganku.

Hari ku selalu diawali dengan teriakan ciri khas anak anak kecil selalu bersahut sahutan setiap pagi, pun sore. Suara burung Murai dan Kenari sebagai latar suaranya dari rumah tetangga, sesekali Pedagang Tahu tempe, Bubur Ayam atau Tipat Sayur pun terdengar diantaranya.

Pernah ngerasa bosen ga sih di rumah terus?”, tanya temanku yang kami kenal sebagai cacing kepanasan. Dia tidak pernah tidak bisa diam di rumah untuk satu hari saja.

Ndak, selama masih bisa gajian.. ya B aja sih. Lebih ngerasa deg deg an makin panjang PPKM yaa makin susah kejar omset..”, jawabku si karyawan yang sok loyalitas tanpa batas.

Pagiku yang biasanya bangun sebelum kuntilanak ganti shift bisa ku tunda dengan bangun lebih siang sedikit. Memulainya dengan mendengarkan lagu dari aplikasi atau piringan hitam sambil menyeduh secangkir kopi hitam kadang kopi instant. Duduk termenung, menarik nafas panjang: “Mau jual omongan apalagi hari ini?

Keluh kesah karyawan pejuang omset.

Tapi ini sungguh, aku tidak terlalu pusing tidak bisa kemana-mana. Isi kepalaku sudah terlalu berat, bersaing dengan berat badanku. Aku terlalu malas untuk pergi ke suatu tempat. Mungkin saja sudah umurku, berjalan menuju parkiran melewati bagian dalam mall yang sudah beroperasional saja sudah membuatku bahagia. Dan yang membuatku tidak bersemangat untuk pelesiran atau perjalanan dinas: perubahan jadwal penerbangan.

Dan kau,
apa yang kau lakukan selama pandemi? Aku hanya ingin memberitahukanmu, bahwa sudah lebih dari empat tahun ke belakang ini. Aku tidak lagi mengunjungi halaman media sosialmu. Tapi, aku masih penasaran kenapa kau membenciku sedemikian rupa. Itu saja. Aku tidak mau mati penasaran.

Kau sebut aku sebagai ibu negara, dihadapan teman temanmu.
Dan aku tidak bahagia akan sebutan itu.
Aku mencintaimu tapi tidak yakin apakah ini Phileo atau Eros.

Aku ingin kau tahu,
kala itu
aku mencintaimu dalam kesepianku
aku mencintaimu dalam pencarian jati diriku

Dan aku,
mencintainya dengan segenap hatiku
ketika aku menemukan diriku
aku mencintai lelakiku.

Aku menemukan diriku di dirinya.

Aku ingin kau tahu,
agar kelak dikemudian hari kita dapat mematahkan kutukanmu
Dan berjalan seperti apa yang ku mau.

Harapanku sekuat kapan pandemi ini berakhir, dol.

1993

Aku ingin bertemu diriku ketika pada tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh tiga.
Aku ingin bertemu dengan Doraemon dan memintanya untuk meminjamkan Pintu Kemana Saja.
Aku ingin bertanya: “Apa yang membuatmu malas untuk bersuara, dek?

Tidak ada yang percaya bahwa aku, adalah seorang anak yang sangat pendiam pada masanya. Ketika duduk di Taman Kanak Kanak, aku terlalu sibuk menjaga abangku. Hingga sekarang.

Ingatanku tentang masa kecilku, terlalu liar untuk menjadi seorang anak perempuan. Bahkan akupun berdoa agar tidak punya anak se-extrem itu, hahaha..

Aku tidak pernah ragu untuk mendorong, memukul bahkan membalas lebih kejam kepada tiap anak yang berani mengganggu abangku. Tanggungjawab itu sudah ada sejak kecil. Ketika masa penghakiman tiba, aku bersembunyi dibalik wajah polos dan sikap diam. Manipulasi sejak dini.

Dan ketika memasuki duduk di bangku sekolah dasar, aku masih ingat bahwa tidak ada satu kawan pun yang aku ajak main atau bicara. Aku tidak suka. Selalu datang paling lambat dan pulang lebih dulu, belajar lebih giat agar ketika guru mengajukan quiz, aku bisa menjawab lebih dahulu. Pulang lebih dulu dari yang lain, tak usah bersalam-salaman.

Aku ingin bertemu diri ketika pada tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh tiga, abah mengajak kami sekeluarga pergi ke Medan. Aku ingat dengan jelas, abah dan emak berdebat dengan ibu suri tentang aku yang akan ditinggal di Medan. Bahkan aku ingat warna koper yang emak ambil dari dalam almari.

Mereka tidak tahu hal ini, hingga kini.
Tapi aku diam. Aku tidak membantah bahkan aku tahu, aku berhak menangis dan merengek untuk menolak tapi tidak ku lakukan.

Pada tahun dua ribu delapan belas, aku bertanya pada abah di teras rumah ku: “Kenapa dulu aku ditinggal di Medan? Kenapa aku ga di urus sama kalian? Kita ga semiskin itu kan? Kalian tahu ga kalau aku melewati banyak hal sendiri dan sendirian? Kalian tahu ga kalau aku pernah di titik paling rendah. Aku depresi dan harus ke psikiater..

Karena aku tahu, seberapa pemberontaknya anak perempuanku satu-satunya ini.. Kami ga tahu kalau efeknya begitu hebat”, kata abah dibalik asap tembakaunya.

Aku ingin memeluk diriku pada tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh tiga: “Hej, kenapa ego yang kau kasi makan? Bukan badanmu..”

Bulan lalu, aku cukup tergelitik dengan sebuah pesan yang ku terima. Dia bertanya apakah nomor yang ku pakai untuk menghubunginya adalah nomor yang sekali pakai?

Cukup lama aku mencerna kalimatnya. Iya, dulu sekali aku paling tidak suka ada orang yang menyimpan kontak ku. Aku terlalu dendam pada diriku sendiri dan menarik diri terlalu jauh dari jangkauan keluargaku sendiri dan manusia lainnya.

Setiap kali orangtuaku menghubungiku, saat itu juga aku akan membuang sim cardku dan mengganti nomor baru.

Aku tidak tahu caranya bersuara pada saat itu.

Ini adalah alasanku, kenapa cukup lama menggunakan YM! dan beralih ke BBM. Pada saat itu, aku tidak suka berada dekat dengan keluargaku sendiri. Aku takut untuk bersuara.

Aku ingin memeluk diriku pada tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh tiga yang sedang berdiri kikuk di depan tukang es: karena aku pada masa itu tidak tahu bagaimana caranya jajan. Seaneh itu.

Bicaralah sayang dan menangislah, hidup memang kejam tapi jangan kau undang jika belum saatnya kekejaman itu datang..

Aku ingin memeluk diriku pada tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh tiga yang sedang meratapi buku raportnya: “Yah, kena marah deh.. rankingnya turun dari dua ke tiga. Habislah aku dibanding-bandingkan dengan dia si anak kesayangan yang tidak pernah rangking

Siyal, hingga sekarang aku masih saja tercekat dan tidak bisa tidak menangisi masa itu.

Bisa saja, karena hal ini pula aku diam dan tidak berontak ketika harus dijauhkan dari ibukota. Berada di lingkungan baru dan lebih keras, merasakan culture shock sebelum aku bersiap. Ini terlalu sakit untuk dilewati seorang anak kecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar yang umurnya saja masih 1 digit.

Aku ingin memeluk diriku sendiri

ini tentang adikku yang paling kecil

adikku yang paling kecil, sekarang sudah besar tapi belum dewasa. dia adalah orang yang pernah aku ceritakan di blog ku yang sangat sangat lama. aku, tidak mungkin tidak menangis, ketika membaca kembali apa yang pernah aku tulis disana.

karena aku memegang omonganku hingga detik ini.

siyal,
belum apa apa, aku sudah ingin menangis.

adikku yang paling kecil, sekarang sudah besar tapi belum dewasa. tidak ada bulan yang tidak ia pakai untuk membujuk restu dari keluarga agar di izinkan menikah. memang sudah umurnya tapi belum saatnya. dan bulan lalu, ketika dia berulangtahun, dia mengunci dirinya sendiri di kamar. meratapi umurnya yang belum seberapa dan membandingkan dirinya dengan orang lain. melihat apa yang tidak ia punya, dia pasti melupakan berkat lain yang sudah disediakan padanya.

kami berjarak umur sepuluh tahun dan dalam proses pertumbuhannya, aku benar benar tidak berada di dekat dengannya. tapi bukan berarti aku tidak sayang dengannya. pada masa itu, aku terlalu sibuk melakukan hal hal yang bisa membuat orang lain marah. hal yang paling sering aku lakukan ketika jengkel menghadapi adikku: memanggil nama lengkapnya beserta marganya.

seakan akan dia bukan adikku. tapi teman.
itu salah satu bahasa kasihku.

adikku yang paling kecil, sekarang sudah besar tapi belum dewasa bertanya kepadaku di hadapan ipar dan adikku yang lainnya: kenapa belum di izinkan menikah?

ku katakan padanya
sayang, jika tujuanmu menikah karena
umurmu yang sudah sekian
takut ditinggal kekasih
iri dengan teman teman yang lain
lelah berdiri di kaki sendiri
nafsu sudah di ujung kepala
mumpung ada yang mau
hentikan.

sebuah pernikahan tidak membutuhkan alasan alasan tersebut.

btw, entah karena dulu sekolah dengan dua agama: alias pelajaran sehari hari agama islam dan pelajaran agama kristen numpang di sekolah kristen sebelah. ku lupa tentang bab pernikahan ini ada di pelajaran agama kristen atau pelajaran agama islam. cuman inget guru agama menjelaskan pelajaran ini dengan sangat hati hati karena sebagai murid pindahan yang disangka korban perceraian.

yang tanda tangan di buku tugas dan raportku: wali murid.
hahahaha..

back to topik,
karena guru ini juga ku sangat berhati hati ketika memilih pasangan hidup.
selain dari apa yang aku lihat dari lingkungan sekitar.
yakali buat pasangan hidup ga milih buat makan aja gue pemilih beud.

dan,
adikku yang paling kecil, sekarang sudah besar tapi belum dewasa adalah type manusia yang: yaudah deh apa yang ada aja. dan aku tidak. aku bisa pergi keluar kota demi menuntaskan rasa penasaran akan kuliner di suatu kota, dia bisa puas dengan ceplok telur. dia bisa dengan cepat memutuskan suatu hal, ku bisa menimbangnya dengan waktu yang cukup. dia nekat, aku labil. tapi dia cengeng, itu yang ku takutkan..

ada dua pertanyaan yang ku ajukan padanya saat itu:
1. siap ga untuk tidak merepotkan keluarga disaat kamu susah atau sedih?
aku di didik dengan sangat keras dari pihak abah. entah karena memang itu pendidikan dasar mereka atau mereka tahu sejak dini bahwa aku adalah seorang pembangkang.
dan keluarga besarku sudah mencuci otakku sejak dini, apa yang kau tidak suka di pernikahanmu: telan saja sendiri.

iya. karena mindset ini juga ku sempat minum obat penenang. tapi pada akhirnya aku tahu artinya. pelajaran yang sangat mahal.

2. selama pacaran, pernah berantem hebat ga?
kenapa pacaran pake berantem? karena yang lagi disatukan adalah 2 adab yang berbeda dan banyak kepala yang terlibat. menikah itu bukan soal dua insan saja, tapi tentang keluarga besar. ngana batak, bung! namanya juga bangun rumah tangga, pondasi ego setiap manusianya harus dihancurkan dulu biar jadi pondasi baru yang lebih kuat.

adikku yang paling kecil, sekarang sudah besar tapi belum dewasa, kadang aku tak enak hati padanya tiap kali ku harus katakan bubar! ketika ia memperkenalkan pujaan hatinya.

maaf.
tapi menikah bukan lagi soal cinta semata.

menjadi kentang

“kadang hidup memang harus jadi kentang, ve”
“kena tanggung, haha..”
“bukan, ini tentang filosofi kentang..”

akupun tertawa tipis menanggapi obrolan teman kerjaku.
mentang mentang lulusan filsafat, ngana..

satu minggu sebelum ppkm diberlakukan, aku yang biasanya bergerilya di jalanan membawa kendaraan sendiri. malam itu aku menumpang untuk perjalanan pulang. aku sedang merasa lelah tapi tak boleh lelah, pandemi memaksa tubuh untuk terus bekerja bagai kuda. aku sudah merencanakan pensiun dini dari tempat ku bekerja.

selelah itu, ceunah.

menjadi kentang?
aku suka kentang goreng atau kentang yang ada di sajian rendang, lebih dari itu aku tidak suka. oh ya, aku suka mashed potato! apakah aku harus menjadi kentang, agar diriku mencintai sisi lain dari diri ini? sepertinya bukan itu maksud omongan temanku.

lagi baca buku apa sekarang?

ndak ada, terakhir baca sekitar 2019 awal. itupun karena ingin memanggil kembali kenangan ketika berada di jogja. haha gila ya, kok ada manusia kek gue yang suka hidup dari kenangan. soalnya seru sih buat bahan overthinking..

haha, sakit lu.. jogja kan bukan tugas area lu lagi tuh. sengaja mau disuruh ke sana biar mengulang memori sambil baca novel yang ada kenangannya soal jogja? anjir, nyakitin diri sendiri banget ga sih?

ndak, seru aja. bangun subuh, kejar pesawat menuju jogja dengan novel seorang filsafat di tangan. mampir sebentar ke gudeg legend lanjut ke coffee shop sebelum toko di buka. percaya ga sih, cewek satu satunya di divisi sales ini yang kata orang kuat sebenernya cengeng? cewek yang kata seorang coo adalah seorang sanguin abis dan agresif sebenarnya adalah melankolis abis? jogja adalah sisi melankolis gue, dari jogja lahir banyak kalimat najis.. haha

menjadi mashed potato,
sepertinya aku sudah melaluinya. hidup sudah banyak memberikan pelajaran, aku yang keras bak sebuah kentang direbus di air yang sangat panas agar mudah untuk dilumatkan dan dibentuk. cara terbaik dari setiap proses adalah menerima setiap kritikan: misalnya si aku yang dulu lebih suka menjawab tidak, tidak suka dan tidak mau. belajar untuk menjawab: iya.

berada dibidang pekerjaan ini salah satunya, adalah salah satu moment dimana aku harus mau mengikuti kemana arah angin membawa. sudah delapan tahun enam bulan tiga hari, aku tidak mengganti cv ku. aku bangga pada loyalitasku, tapi tidak dengan terjebak akan zona nyamanku.. hahaha!

disini aku pun tidak hanya jadi kentang,
aku dipaksa menjadi buah nenas
padahal aku berharap menjadi sebuah pohon pisang
yang tidak akan mati sebelum menghasilkan buah, sadis!

menjadi kentang,
adalah salah satu moment hidup yang memang harus kita mainkan. bukankah hidup ini adalah panggung sandiwara? buatku, hal apa yang telah ku lewati tahun tahun belakangan adalah sebuah pelajaran bukan hanya sekedar kesalahan. aku, si manusia yang suka sekali menyesal, tapi lebih suka overthinking agar dapat supaya memahami apa yang sedang terjadi dan harus bagaimana.

seperti yang ku katakan pada lelakiku,
gpp kalau sekarang kamu belum beruntung mendapatkan apa yang kamu mau. anggap saja kamu sedang menghabiskan kuota ketidakberuntunganmu. biar kamu lebih menikmati proses menjadi kentang, trus bisa jalan manja sambil melambaikan tangan pada kehidupan seraya memakai mahkota.. layaknya sebuah nenas.

tidak apa.

hi, kamu apakabar?

‘hi, kamu apakabar?’

pandemi memasuki tahun kedua.
ego ku mulai runtuh ketika obituari semakin sering terdengar dan terbaca.

ada rasa sesak, bukan sekedar sesal.

aku sering menertawakan rasa sedihku sambil meneriakkan sebait lirik lagu yang sering aku dengar dari aplikasi musik di gawaiku.

ternyata belum siap aku kehilangan dirimu
belum sanggup untuk jauh darimu
yang masih selalu ada dalam hatiku


apakah selama pandemi ini aku tidak pernah mengeluh. sering. dan berakhir malu.

“hi, kamu apakabar?”
pagi ini aku menyapa seorang teman sekolahku semasa smu. aku tidak terlalu banyak kenal dan dekat teman temanku pada masa itu. hanya sebagian saja. dan semudah itu juga aku menghilang dari rotasi pertemanan kami. belasan tahun hampir saja puluhan tahun, hingga akhirnya awal tahun dia menanyakan nomor yang bisa dihubungi.

juli 2021 ku terbuat dari banyak sekali obituari.
aku kehilangan orang orang yang membantuku beberapa tahun belakangan ini.
awal bulan juli 2021, adalah seperti sebuah bab baru dalam hidupku yang seakan akan sudah mengerti makna hidup ini. memberikan aku batasan: “sudah sampai sini aja sombong dan cueknya ya, bie..”

“ya alaaah, mimpi apa gue ampe lu chat?”, katanya terkejut.
dan aku lebih terkejut.
apakah aku sesombong itu?

“hi, kamu apakabar?”
jauh sebelum pandemi, aku sangat sangat tidak suka dengan pertanyaan semacam ini.

dua ribu dua puluh satu, mencampuradukkan semua perasaan. awal tahun disambut dengan banjir untuk pertama kalinya di rumahku. reuni, kataku begitu kentungan mulai nyaring terdengar agar kami semuah harus bersiap siap menyelamatkan barang berharga kami.

menyelamatkan barang berharga? komik? novel?, ditengah kepanikan aku masih saja sempat over thinking. kayak ga ada waktu lain aja.

belum lagi pertengahan tahun, terjebak di tengah badai yang hanya bisa kita temui sekali delapan puluh tahun. lama ga cuti, sekalinya cuti malah kopdar dengan badai dan mendadak ingat dengan kisah kisah di alkitab. waktu saat teduh dipake buat tidur, bie?

kau tahu bagaimana rasanya tidur sendirian di penginapan yang berlokasi di bibir pantai dan badai sedang mengamuk diluar sana? aku terbangun dari tidurku bukan karena ada pemadaman, aku bermalam di hotel berbintang mana mungkin mereka tidak siap. aku terbangun karena teringat: bagaimana rasanya jadi yesus yang bisa tidur tenang di lambung kapal sedangkan di luar sana ada angin ribut?

asem.

dan sekarang, pertengahan tahun. psbb 2.0 alias psbb alias lockdown.
sebentar lagi akan memasuki minggu ketiga benar benar tidak keluar rumah. aku tidak mengeluh. tidak. aku hanya takjub karena waktu yang ku punya sangat banyak. hingga aku kehabisan ide untuk over thinking dan akhirnya menanyakan kabar ke orang orang yang tidak pernah aku contact selama hampir sepuluh tahun ini.

hi, kamu apakabar?
beberapa tahun ini hidupku hanya di isi dengan obrolan bersama keluarga inti atau perihal pekerjaan saja. semoga pandemi ini cepat berakhir dan kita semua bisa melanjutkan kembali perjuangan kita. semua umat sedang lelah dan tertekan belakangan ini, tapi percayalah bahwa kita bisa melewati semua ini.

hi, kamu apabar?
hidup sedang mencari perhatian pada banyak orang.

berjuanglah.




tuhan sedang apa

tuhan sedang membaca koran sore sambil menyantap tahu isi dan secangkir teh manis ketika menciptakan aku, entah ibu sedang apa ketika mengetahui aku sudah tiba di rahimnya.

tuhan tahu,
bahwa aku akan menjadi orang yang menanti sore. dimana waktu bukan awal namun juga bukan akhir, tapi selalu dinanti.

dari semua rasa lelah.

di koran sore hari, hal-hal yang sedang terjadi adalah ketika kita semua tersadar namun mengabaikan. siapa yang peduli koruptur a tertangkap tangan ketika sedang menyiram halamannya? siapa yang peduli, kepala dinas b sudah tiba di lokasi musibah sepagi mungkin? tidak semua umat peduli, begitu pun kehadiranku. ketika hari sudah dimulai, kita hanya peduli berapa sen yang harus kita hasilkan hari ini?

tuhan sedang membaca koran sore dan cabai rawit lupa menemani tahu isi yang ada di piring kecilnya. mungkin cabai itu terselip diantara pikiran dan ucapanku.

aku tak tahu mengapa kalimatku sering kali terdengar pedas.
aku tak tahu.
dan aku tak peduli.

tuhan sedang membaca koran sore ketika menciptakan aku dan berhenti di kolom komentar para pembaca. banyak sekali keluhan pembaca tentang fasilitas umum yang sudah tidak memadai. aku seperti sedang bertemu dengan diriku yang lebih sering mengeluh dari pada bersyukur, mungkin karena itu aku diciptakan sebagai manusia bukan malaikat.

manusia tempatnya salah.
dan aku tidak pernah bercita-cita menjadi malaikat.
menjadi manusia dengan mulut rasa gehu pedas sepertinya lebih menyenangkan.

tuhan sedang membaca koran sore hari seraya mengingat berapa tugas yang belum ia selesaikan, apakah adam sudah membayar uang lingkungan atau apakah hawa sudah memasak nasi dan memastikan rice cooker dengan settingan yang tepat?

kadang aku cemburu, mengapa tuhan menciptakan pagi, siang dan malam begitu panjang dan menciptakan sore begitu singkat?

dalam perjalanan pulang pergi 60km yang harus aku lewati setiap harinya,
aku tersadar: hidup itu singkat. sesingkat sore hari yang berganti malam

nb:
mengetik ini sambil bersenandung if life is so short by the moffats dan terlintas tuhan sedang apa ketika menciptakan hamba, karena sedang mempertanyakan kenapa hamba sangat sangat sangat susah sekali bangun pagi. sekalinya bangun selaluuuuu kepagian.. why tuhan oh why?








jakarta, 25 apr 21

udah puas kan mengejar sunset dan teman-temannya, per?
yaudah kerjaaaa…

sorry not sorry

awal tahun,
entah udah kali ke berapa mantan manager di kantor yang lama akan bertanya tiap awal tahun: “ve, kamu masih di kantor yang kemarin?”.

iya, ini tahun ke delapan gue di tempat yang sama. kasi selamat! cie.
keknya 2013 adalah tahun gue untuk bener-bener ‘menempuh hidup baru‘. dari urusan pekerjaan, pertemanan hingga percintaan.. wait? percintaan? masih remaja sis?

sorry not sorry,
akhirnya gue mengakui bahwa IYA, UEG EMANG ORANGNYA PEMILIH. LAU ADA MASALAH? jadi, waktu umur awal 20an gue pernah sesumbar pengen nikah diumur sekian. tapi kenyataannya sodara-sodara, gue harus berhadapan dengan yang namanya deramah rumah tangga hingga pengadilan agama; iye, ketemu muka sama yang namanya perceraian.

sejak dari situ mulai menambahkan list kriteria-kriteria do & don’t versi gue. dan laki-laki yang ada di hutan pergalauan gue 90% sudah menikah dan punya anak: daebak. konyolnya, laki laki pertama yang gue galau-galauin kek ta*k pada masa itu, malah akhirnya berteman baik hingga detik ini setelah satu windu lebih putus kontak. kan t*ik. sedangkan laki laki terakhir sebelum gue ketemu sama lelaki masa depan yang sekarang sudah delapan tahun juga ini, malah gue diblock. kek, what? apa gue harus satu windu lebih juga putus kontak ama laki laki yang menemani dunia percurhatan ampe melahirkan kalimat najis tralala trilili? c’mon…

laki laki terakhir yang sebelum gue ketemu sama laki laki yang sekarang? iya. lu yang udah bikin gue ketemu sama makhluk tersabar dengan segala keabsurd’an gue. yang bertahan disamping gue hingga detik ini. so unblock gue sekarang! kita bisa temenan lagi dari pada di kehidupan mendatang kita berdua bakal rikuh.

sorry not sorry,
gue ga tahu harus menjelaskan hal ini secara halus. tapi buat gue, menikah itu bukan soal cinta, dana atau kesiapan bikin anak doank (nafsu). gue cinta sama mereka pada waktu yang berbeda di zamannya? iya. gue pernah mencintai dengan segenap hati tapi tidak dengan berimajinasi akan menikah dengan salah satu dari mereka. bahkan untuk nafsu pun tidak. sampai disini jelas donk level ‘kesepian‘ yang pernah gue lewati? iya, pada zaman itu gue lebih membutuhkan teman bercerita. soal nafsu? mereka tidak ada dalam hutan pergalauan gue tapi pergaulan.

sorry not sorry,
pada akhirnya di 2013 gue semakin menyadari bahwa gue suka lu, lu suka gue atau gue sayang lu, lu sayang gue aja ga cukup buat bekal hidup di tahun tahun berikutnya. how do i know? tragedi pengadilan agama beberapa tahun sebelumnya menyadarkanya.

bahkan yang gue pikir,
wah, gue cinta mati karena kerohaniannya sempurna banget: ta*k kucing.
ini nih seni pujangga senja dan secangkir kopi nih, selera gue ini: bayar cicilan bisa pake puisi?!
keknya seru deh sama orang yang sesuku, apalagi gue suku karbitan: LU SAKIT YA PER?!

sorry not sorry,
ocehan kali ini terlalu sering ketemu dengan kata tak senonoh. ya, karena gue masih belum ketemu kata yang lebih halus untuk menggambarkan emosi gue. hahaha.. goks, bertahun-tahun gue hidup dengan rasa kebagongan: “kenapa lu ga perjuangkan aja salah satu dari mereka biar bla bla bla bla…?”

sorry not sorry,
gue type orang yang lebih baik menyesal ga beli dari pada menyesal telah beli, walau itu sekedar tiket promo lima belas ribu. itu artinya yaa emang ga jodoh lu. yakali mau dipaksa, segala pake block. hahaha, masih kesel gue karena dijadiin alasan buat cemburu. yaudah sih ga jodoh ya ga jodoh, temenan aja karena gue trauma ketemu trus kikuk.

sorry not sorry, dol.


love you

beradaptasi atau mati

aahh akhirnya curhatan yang kedua di tahun dua ribu dua puluh. yeay!

ga curhat bukan karena tak punya kegelisahan, bukannya tahun ini hidup senyaman itu. sesak nafas, jendral!

tahun ini benar-benar berthemakan: harap tenang sedang ujian.

sebagai mantan pelajar yang sering kali sesak nafas, keringat dingin dan mules-mules ketika diteriaki guru: “ayo simpan bukunya, kita ulangan..“, ku tak mau mati konyol di kehidupan nyata. stock keberuntungan dan kartu kesempatan terlalu sering dipakai ketika masa muda. begitu sudah sadar tuwak, harus benar-benar belajar dari pengalaman.

masih ingat dengan jelas, memohon ke orang terdekat untuk berhati-hati di tahun in. dunno apa yang terjadi, tapi yang ku tahu hanya bersiap sajalah. dan benar, tahun ini: kami anak lapangan harus bekerja dari rumah. dan ini bukan rahasia umum, bahwa apa yang sedang terjadi sekarang ini sangat mempengaruhi perekonomian setiap rumah tangga hingga negara.

kalau sudah begini,
apakah masih terpikir untuk buka buku curhatan?
tennttuuu tydaaakk.. biar ku habiskan dulu air mataku.

dan setelah itu, ku berkata pada diri sendiri:
hi vera di masa lalu,
terima kasih sudah kuat melewati semuanya. ingat, kau tak sendiri walau selalu merasa sendiri, haha. terima kasih sudah kuat diteriaki pelit dan medit. terima kasih untuk selalu berpura-pura tegar dan berpura-pura bahagia, karena tidak ada yang benar-benar peduli selain diri kita sendiri. karena berpura-pura adalah cara yang aman untuk mengetahui motivasi orang lain kepada kita. terima kasih untuk semua pengalamannya.


hi vera di masa sekarang,
beradaptasilah atau mati. namun ingat, menyerah adalah keuntungan bagi ahli waris. jangan pernah lengah dan jangaaaan pernah merasa punya hutang budi pada apa pun dan siapa pun! bodoh ngana, hahaha!


hi vera di masa depan,
pleaseee jangan hidup sampai tuwak tuwak banget yak. jangan panjang umur. jalani hidup seserius mungkin dan sebaik mungkin biar segala tugas di muka bumi ini selesai cepet.

surat untuk yang merasa manusia

hey,
ini adalah apa yang ingin dikatakan oleh hati.

tentang peristiwa-peristiwa yang kita lewati sebagai manusia. yang kita lalui sebagai janin dan menjadi seorang anak, kemudian menjadi remaja lalu menjadi seorang karyawan seraya dilomba agar menjadi pasangan yang dapat beranak-pinak. manusia yang akhirnya menjadi orang tua.

tidak semua manusia bisa melewati semua masa yang semesta berikan.
bisa saja, ditengah peristiwa itu semua, waktu kita di bumi ini sudah tidak ada.

sering peristiwa demi peristiwa yang kita lewati ini, kita sebut hal yang lumrah. sesuatu yang wajar hingga kita melupakan apa yang disebut: bersyukur.

apakah kita ingat, kapan terakhir kita make a wish diberikan barang-barang incaran kita dan digantikan dengan doa-doa sehat selalu, bahagia selalu dan rapalan-rapalan doa lainnya yang buat sebagian orang itu hanyalah sebuah basa-basi? aku ingat.

aku lahir dari doa orang-orang yang baik, aku percaya hal itu.
tapi,
aku bertumbuh dari kata-kata tidak baik yang memberikan banyak luka dalam hidup.
aku berteman baik dengan hinaan-hinaan atau candaan kalian yang menyakitkan.
nyaris setengah hidupku, aku meninabobokan rasa sakit itu. aku menjanjikan pada diriku, waktu yang tepat untuk membalas semuanya.

hey,
hentikan dongeng sembilan buah roh itu. aku sudah kenyang.
tidak ada melupakan dan memaafkan. tidak ada.

tidak semua orang percaya bahwa tidak ada kalimat yang basa-basi.
tidak semua orang percaya bahwa ‘cuman becanda kok..‘ tidak dapat menyakitkan perasaan orang lain.
tidak semua orang percaya.
dan itu manusiawi.
apakah kau tahu bahwa aku membawa luka itu hingga detik ini?

kepada yang merasa manusia,
kebebasan berpendapat yang sedang kalian nikmati ada kebebasan berpendapat milik orang lain. membagikan berita dan cerita yang tidak yakin kebenarannya dapat menyakiti perasaan orang lain. lalu apa gunanya kalian beribadah?

minimal,
sayangi setiap sen yang kalian keluarkan sebagai transportasi dan uang persembahan.
minimal.

kita, yang tuhan ciptakan sebagai manusia, menjadikan sosial media sebagai panggung untuk berkata-kata. kita, yang tuhan berikan akal dan pikiran, lupa bahwa berkata-kata dalam bentuk apa pun disebut: doa.

bahkan ketika kau bercanda,
bisa saja candaanmu itu kembali kepada tuannya.

seseorang pernah bilang padaku, “alaahh, kayak gitu aja kamu dengar?!“.

baiklah,
sebutkan satu pekerjaan yang tidak ada kekuatan kata-kata?! bahkan jika seorang pedagang mengatakan harga di kedainya adalah yang paling murah kebayakan orang akan percaya. dan bagaimana jika orang itu mengatakan bahwa usaha yang kita lakukan adalah sia-sia, apakah menurutmu kita bisa untuk tidak percaya?

saya yakin, tidak.

jika kalimatmu saja tidak boleh aku percaya, bagaimana tuhan percaya ketika kau berdoa. apakah kau mau doa-doa itu dianggap candaan oleh tuhan?
hidup memang seserius itu.

ini adalah sebuah keinginan dari aku yang juga manusia. yang sering kali menyimpan banyak luka dan sedang menahan diri untuk tidak mengembalikan luka itu kepada pemiliknya. karena aku pun manusia, aku punya kebebasan untuk berkata-kata.

namun sampai kapan?

aku tidak tahu,
doa ku setiap hari adalah agar tuhan membantuku untuk tetap kuat menahan sakit ini.

amien.